Oleh: Tria Achiria
Pada lengkung langit yang menebar jingga di senjanya,
resah telah rebah, seusai telapak tapak meninggalkan jejak,
pada pasir, pada lempung tanah, atau pada segala yang telah terlampaui oleh beribu lemangkah,
O, penjelajah yang tak pernah berserah pada rerantai lelah yang merajah, rangkaki lah rangkaki terus tebingtebing yang menggema, berseru padamu "aku menunggumu di pucuk rindu"
RINDU YANG ALIR
Oleh: Tria Achiria
Kang, rindu yang alir dari hatiku yang sungai,
kelak mesti bermuara jua, dan arus hatimu yang welas asih,
telah memuarakan alirnya pada tatap matamu yang laut.
Kang, jadikan alirku sebagai ombak,yang setia mendeburkan doa pada badai yang menerjangmu dengan beribu ngilunya pilu,
hingga kita dapat kembali melayarkan mimpimimpi yang kapal pada tiaptiap dermaga yang menantinya.
SEPUCUK SAJAK RINDU
Oleh: Tria Achiria
di julang karang seseorang tengah mengepakkepakan sajak rindunya yang sayap,
dan menitipkan'a pada angin yang melamar layar kapal,
agar sampai dan bersandar di dermaga,
di mana kekasihnya tengah termangu, menunggu sauh berlabuh,
agar dapat segera membaca sepucuk sajak rindu, yang telah lama mengembara di samudera tanpa nama.
PADA LEKAPLEKUP PATAHAN HUJAN
Oleh: Tria Achiria
Duh kang, lihat embun yang masih gemantung,
mematung di ujungujung daun tanjung, di wening bulirnya adalah juga air mataku,
yang siap mencercapkan perih, dari jerihmu yang memaku rangkulan luka,
pada lekaplekup patahan hujan di kebunku, kau sebut kebun kita dulu,
sewaktu urat merah jambu masih berlekatan di jantungku, di jantungmu, dan pelanpelan kini remuk di antaranya
Oleh: Tria Achiria
Ah, Jejak juga lah yang akhirnya mengembalikan kita pada padu,
menaklukan setiap bimbang atau sekadar langkah yg ragu,
tapi tetangkai juga sempat membuat kita mampu melupa lunglai,
melesapkan damai jauh dalam tiaptiap ketergesaan kita,
manakala pasir telah menyimpan stiap pijak yang meniadaartikan jarak,
dan suatu kelak kita akan kembali merindu perjalanan yang berarak.
Oleh: Tria Achiria
Aku selalu berharap tiap jelang tidur dan bangunku tak mengingatmu.
tp pagi ini, masih yang kemarin. entah telah dan akan berapa lama?
Kau masih berkelebat, lir menawanku di ruang ini dengan hujan lebat yang berdebat dengan angin dan kilat.
tak mereda. entah telah dan akan berapa lama?
Ah, ruangku ini terasa tak berudara.